Strategi Revolusi Minat Generasi Muda Menjadi Petani Milenial dalam Mendukung Pembangunan Pertanian di Era Revolusi Industri 4.0

Indonesia sedang krisis petani. Dalam satu dekade terakhir, terdapat indikasi penurunan minat masyarakat khususnya generasi muda untuk terjun dalam sektor pertanian. Sensus pertanian 2003 misalnya menunjukkan rumah tangga petani yang semula berjumlah 31,23 juta RTP, menurun menjadi 26,13 juta RTP atau turun 16,3 persen pada tahun 2013. Dalam mengoptimalkan program pembangunan pertanian, sumber daya manusia mempunyai peranan penting. Salah satunya dalam menyusun perencanaan pembangunan pertanian secara efektif dan efisien. Faktor kekuatan sumber daya manusia atau ketenagakerjaan sangat penting dalam menggerakan roda pembangunan nasional Indonesia.

BPS merilis bahwa angkatan tenaga kerja menurut umur dari tahun 2008 s/d 2017 mengalami peningkatan. Tahun 2017, angkatan kerja usia 30-44 tahun mendominasi dengan jumlah 45,8 juta jiwa. Sementara itu usia 45-59 tahun berjumlah 33,3 juta jiwa. Di sisi lain, penyerapan tenaga kerja pertanian cenderung menurun tajam dan jumlahnya cukup signifikan yaitu 33,51%. Sementara itu disusul perdagangan (22,54%), jasa (16,54%), dan sektor industri (13,12%).
              Generasi muda saat ini lebih tertarik ke sektor industri dan jasa karena beberapa faktor. Pertama, penghasilan tenaga kerja di sektor pertanian lebih rendah dibandingkan dengan sektor industri dan jasa. Kedua, lebih menjanjikan jenjang karir yang lebih pasti. Ketiga, petani tidak ingin generasi penerusnya menjadi petani. Keempat, banyaknya konversi lahan yang menunjukkan usaha pertanian tidak ekonomis. Kelima, tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menjalankan agribisnis, termasuk dari sisi kemampuan manajerial.
              Untuk mengatasi kurangnya minat generasi muda terjun di sektor pertanian, terdapat beberapa strategi agar terjadi regenerasi petani. Pertama, transformasi pendidikan tinggi vokasi pertanian. Enam STPP (Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian) yang semula program studinya hanya penyuluhan (pertanian, perkebunan, dan peternakan), ditambah harus berorientasi agribisnis hortikultura, agribisnis perkebunan, mekanisasi pertanian. Dengan demikian, ke depan akan bertambah generasi muda yang disiapkan untuk menjadi petani sekaligus pelaku usaha pertanian.
            Salah satu bukti nyatanya adalah mengubah Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) menjadi Polbangtan. Perubahan berimplikasi pada sejumlah hal substansial, antara lain kurikulum. Bila dulu kurikulum diisi teori sebanyak 60 persen dan sisanya praktik, sekarang justru sebaliknya. Kurikulum didominasi praktik dan hanya menyisakan 30 persen teori. Pihak swasta dan perguruan tinggi juga ikut dilibatkan. Mahasiswa yang dulunya berangan-angan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), tapi sekarang sudah tidak lagi. Mereka didorong untuk menjadi petani milenial, yaitu agropreneur yang bisa menciptakan lapangan kerja di bidang pertanian.
            Selain menambah bobot praktik pada kurikulumnya, Polbangtan juga berupaya menumbuhkan minat para mahasiswa untuk bertani dengan memberikan bantuan modal sekitar 15-30 juta rupiah bagi mahasiswa Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) yang tertarik menjadi agropreneur. Kesempatan untuk mendapatkan modal tidak hanya diberikan untuk para mahasiswa Polbangtan, tapi juga mahasiswa jurusan pertanian dari perguruan tinggi yang menjadi mitra polbangtan. Untuk mendapatkan modal tersebut, para mahasiswa disyaratkan untuk mengikuti mata kuliah kewirausahaan. 
            Kementan  menargetkan sebanyak 1 juta petani atau sebanyak 40.000 kelompok tani (poktan) milenial akan lahir pada tahun 2019. Menelisik capaian hingga pertengahan tahun ini, target tersebut diyakini dapat tercapai. Berdasarkan identifikasi petani milenial yang dilakukan hingga 30 April kemarin, tercatat sudah ada 28.540 poktan. Ini berarti 63,9 persen dari target yang ditetapkan. Sejak mencanangkan target mencetak 1 juta petani milenial, Kementan melalui BPPSDMP terus menggiatkan program Penumbuhan dan Penguatan Petani Milenial untuk menumbuhkan minat generasi muda bekerja di bidang pertanian.
            Pelaksanaan program ini digerakkan di seluruh provinsi di Indonesia dimulai dari Aceh sampai ke Papua dan dibagi berdasarkan zona kawasan jenis komoditas pertanian mulai dari tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. Program ini ditujukan untuk menumbuhkembangkan minat generasi milenial untuk berwirausaha di sektor pertanian. Lewat program Petani Milenial, kami menyalurkan bantuan sarana prasana pertanian, sekaligus memberikan bimbingan dan pendampingan kepada para petani milenial. Pelaksanaan program ini digerakkan di seluruh provinsi di Indonesia, mulai dari Aceh sampai ke Papua. Para petani milenial diidentifikasi dan dikategorikan sesuai zona kawasan jenis komoditas pertaniannya, yaitu dari tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan.
            Setiap zona mendapatkan jenis bantuan yang berbeda. Untuk tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan, kelompok tani milenial akan mendapat bantuan benih. Sementara peternakan mendapatkan bantuan ternak, seperti sapi, kambing, dan ayam. Sebelum mendapatkan bantuan, kelompok tani milenial terlebih dahulu diberikan pembekalan dan bimbingan teknis (bimtek) sesuai dengan bidang pertanian yang ditekuninya. Bimtek diselenggarakan tidak hanya untuk meningkatkan kapasitas, keterampilan, sikap dan pengetahuan petani, tapi juga mengubah pola pikir dan meningkatkan kapasitas seorang petani ke arah yang lebih modern. 
            Tak hanya pembekalan, Kementan juga dapat turut mendampingi petani saat turun ke lapangan guna peningkatan produksi dan produktivitas pertanian, peran penyuluh pertanian sangat strategis sebagai pendamping petani. Salah satunya dalam melatih penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan) kepada para petani millenial. Kementan mendefinisikan petani milenial berusia 19 – 39 tahun. Mereka berjiwa milenial, tanggap teknologi digital, dan tanggap alsintan. Semangat milineal yang dianggap fasih mengadopsi teknologi dalam beragam aspek bisnis akan membawa pembaruan dalam pembangunan pertanian kedepan. Pembeda petani muda dibandingkan para petani berusia tua adalah kemampuan mereka dalam berinovasi dan menggunakan teknologi. Saat ini generasi muda banyak bergerak di bidang pertanian. Mereka memiliki kemampuan yang berbeda dengan usia senior.
              Kemudian, strategi lainnya adalah inisiasi program penumbuhan wirausahawan muda pertanian bekerja sama dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Perguruan tinggi pertanian Indonesia telah berperan dalam pengembangan sumberdaya manusia dan memberikan sumbangan nyata mendukung perkembangan pertanian dan perkembangan masyarakat Indonesia pada umumnya. Dalam konteks ini, perguruan tinggi dalam pembangunan pertanian dan perdesaan memiliki peran krusial. Peran itu dalam menghasilkan lulusan yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat. Untuk dapat menjalankan peran tersebut, perguruan tinggi harus memiliki daya respon yang tinggi terhadap kebutuhan masyarakat, sehingga dapat memecahkan masalah-masalah kuantitatif maupun kualitatif. PTN diharapkan dapat mendirikan Program Studi Diversifikasi Pangan dan Gizi untuk akselerasi program diversifikasi pangan. Dalam hal ini, perguruan tinggi dituntut mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan baik teknikal, soft skills, maupun kemampuan emosional dan spiritual, sehingga mampu menghadapi tantangan zaman yang senantiasa berubah.
              Ketiga, pelibatan mahasiswa/alumni/pemuda tani untuk mengintensifkan pendampingan/pengawalan program Kementerian Pertanian. Saat ini banyak anak muda yang bergelut di sektor pertanian. Anak muda ini berbeda dengan para petani senior karena mereka lebih adaptif terhadap teknologi dan responsif menghadapi perubahan. Saat ini dibutuhkan para petani yang adaptif inovasi karena inovasi dan teknologi dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas pertanian
              Regenerasi petani tidak bisa dilepaskan dari ruang lingkup pembangunan desa. Kebanyakan pemuda desa lebih memilih bermigrasi ke kota, ketimbang berusaha di desanya. Faktor yang mempengaruhi mandeknya regenerasi petani di desa diantaranya adalah akses terhadap lahan dan pendapatan. Hidup layak menjadi pertimbangan pemuda pergi ke kota. Oleh karena itu, diperlukan sinergi dan peran serta pemerintah untuk menarik pemuda tertarik menjadi petani. Meningkatkan insentif, menumbuhkan program pelatihan secara struktur, dan tersistem.
              Hal yang diperlukan untuk menarik pemuda menjadi petani adalah kompetensi petani. Kompetensi menentukan produktivitas, daya saing dan penghasilan petani. Selain itu, poin yang juga penting dalam regenerasi petani adalah adanya keberpihakan pemerintah pada petani, atmosfir yang kondusif, menyiapkan pasar hasil pertanian dan pelatihan calon petani muda. Itu semua dapat meminimalisir hambatan-hambatan yang selama ini ada.
              Sejauh ini pihak kementerian desa sudah mendorong petani muda dengan mengadakan pendampingan. Ada ribuan pendampingan yang dilakukan kementerian desa untuk mendorong petani muda tersebut. Kementrian Desa tengah menggagas insentif yang akan diberikan untuk meningkatkan minat orang muda pada usaha pertanian.
            Selanjutnya adalah dengan menggunakan teknologi agar lebih maksimal. Penggunaan teknologi ada dua macam, pertama untuk memaksimalkan pertanian dengan menggunakan mesin-mesin untuk membantu pekerjaan petani, kedua teknologi sebagai sarana mengakses informasi. Teknologi untuk membantu pekerjaan petani sudah kita kenal seperti traktor. Kemudian teknologi sebagai akses informasi, ini yang menurut saya bisa memecahkan beberapa masalah. Kita ambil contoh iGrow, salah satu startup di bidang pertanian. Jadi iGrow mempertemukan antara pemilik uang, pemilik lahan, dan petani. 
            Saat ini, regenerasi petani berjalan lambat dan berakibat pada dominasi petani dengan usia lanjut. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri karena profesi sebagai petani masih memiliki stigma negatif. Profesi petani dianggap tidak menjanjikan sehingga banyak anak muda memilih urbanisasi untuk meningkatkan taraf hidupnya. Dalam menyikapi hal tersebut, perlu  upaya pemerintah  dalam meningkatkan dan menarik minat generasi muda ke sektor pertanian yakni melalui optimalisasi dana desa untuk kemajuan pertanian, penambahan lembaga pendidikan vokasional, peran lembaga pendidikan untuk mengubah pola pikir, kontribusi langsung mahasiswa di sektor pertanian, dan mendukung agripreneur.






DAFTAR PUSTAKA


Chandra, W. 2017. Generasi Muda Enggan Bertani, Ini Solusinya. http://lipi.go.id/berita/minat-bertani-generasi-muda-menurun-indonesia-      terancam-krisis-petani/10836
E.H. Ismail. 2019. Kaum Muda Menjadi Kunci Inovasi Pertanian. [online]             https://www.republika.co.id/berita/ekonomi/pertanian/prqkug453/kaum-      muda-menjadi-kunci-inovasi-pertanian 21 Oktober 2019
Mega Putra Ratya. 2017. 6 Strategi Pemerintah dalam Regenerasi Petani. [online] https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3745352/6-strategi-            pemerintah-dalam-regenerasi-petani 7:47 WIB 21 Oktober 2019


 https://www.liputan6.com/bisnis/read/3948898/jurus-kementan-tarik-minat-milenial-bangun-sektor-pertanian
https://wartakota.tribunnews.com/2018/03/12/cara-ini-bisa-menarik-kaum-muda-menjadi-petani
 https://www.republika.co.id/berita/ekonomi/pertanian/prqkug453/kaum-muda-menjadi-kunci-inovasi-pertanian 
https://www.mongabay.co.id/2017/11/19/generasi-muda-enggan-bertani-ini-solusinya/
http://lipi.go.id/berita/minat-bertani-generasi-muda-menurun-indonesia-terancam-krisis-petani/10836
https://republika.co.id/berita/prqked453/jadi-jutawan-muda-dengan-bertani
https://www.kompasiana.com/arahayu16/5ce4abfd3ba7f71a1f61df32/revolusi-minat-sebagai-langkah-awal-melahirkan-petani-muda-indonesia?page=all
https://www.kompasiana.com/misbah16/5ce514e4733c433f0432a6a3/menumbuhkan-bibit-petani-di-generasi-muda?page=all
https://pojoksatu.id/news/berita-nasional/2019/05/19/begini-strategi-kementan-tumbuhkan-minat-anak-muda-bertani/


0 Comments

S Pink Premium Pointer Cool Blue Outer Glow Pointer